Sabtu, 24 Desember 2011

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2011



Tahun 2011 segera berlalu. Memiliki catatan berbagai peristiwa yang terjadi dan kondisi riil kehidupan umat, terlihat jelas bahwa umat masih menderita disebabkan kapitalisme. Catatan berikut adalah contoh kecil sebagian fakta:
RAKYAT MENGANGGUR DAN MISKIN DI NEGERI KAYA
APBN-P 2011 sebesar Rp 1.321 triliun meningkat Rp 379 triliun. Namun, utang pemerintah juga meningkat. Dari statistik utang Kemenkeu , per Oktober 2011 utang pemerintah mencapai Rp 1.768 triliun. Maka 20% dari APBN 9 (Rp 266,3 triliun) pun habis hanya untuk membayar utang dan bunganya.
Diperkirakan tahun 2011 angka pertumbuhan 6,5% dan PDB mencapai US$ 752 miliar. Menurut majalah Forbes yang dirilis November lalu, dari jumlah 11% atau US$ 85,1 miliar dimiliki hanya oleh 40 orang terkaya di negeri ini. Hal ini menunjukkan lebarnya kesenjangan dan buruknya distribusi kekayaan negeri ini.
Di sisi llain, berdasarkan BPS tahun 2011 terdapat 8,12 juta orang menganggur. Sementara data kadin, justru ada tambahan 1,3 juta pengangguran tiap tahun. Sebab tambahan lapangan perkerjaan baru mencapai 2,91 juta orang (lihat Republika, 15/12).
Angka kemiskinan pun tetap tinggi. Berdasarkan data BPS tahun 2011 di negeri ini ada 30 juta orang miskin dengan standar kemiskinan yaitu pengeluarannya kurang dari 230 ribu/bulan. Jika ditambahkan dengan yang hampir miskin (pengeluarannya Rp 233-280 ribu/bulan), jumlahnya menjadi 57 juta orang atau 24% dari penduduk negeri ini. Apalagi kalau menggunakan standar Bank dunia (pengeluaran kurang dari US$ 2 per hari) maka ada lebih dari 100 juta orang miskin di negeri ini sungguh ironis. Kekayaan alam begitu melimpah di negeri ini. Tapi sebagian besarnya dikuasai asing. Tentu hasilnya lebih banyak dinikmati asing. Contohnya Freeport yang sudah bercokol 40 tahun di bumi Papua, antara tahun 2004-2008 pendapatannya US$ 19,893 miliar ( sekitar 198 triliun ). Sementara pemerintah selama 5 tahun itu hanya menerima Rp 41 triliun dalam bentuk pajak dan royalti.
Kenapa semua itu bisa terjadi? Kesenjangan, kemiskinan, pengangguran, penguasaan asing dan swasta atas kekayaan negeri dan sebagainya itu, tak lain akibat diterapkannya sistem kapitalisme di negeri ini.
KORUPSI MAKIN MENJADI
Menurut survei Transparency International yang dilansir pada bulan Desember 2011, Indeks Persepsi Korupsi nemgeri ini hanya 3.0. indonesia menempati ranking 100 dari 183 negara yang disurvei. Dalam 10 tahun ini, IPK Indonesia hanya naik 0,8 artkinya, pemberantasan korupsi 10 tahun ini tidak menunjukkan perubahan berarti.
Korupsi menjangkit semua instansi dan lembaga, baik parpol, birokrasi, legislatif, dan yudikatif. Kasus Nazarudin sang bendahara parpol berkuasa, kasus korupsi di Kemenakertrans, korupsi wisma atlet SEA GAMES Palembang, mafia anggaran DPR, banyaknya pegawai muda memiliki rekening bejibun, puluhan kepala daerah terjerat korupsi, jaksa dan hakim tertangkap korupsi dan menerima suap, dsb. Secara nyata menjadi buktinya.
Akar penyebabnya tak lain adalah sistem politik yang berbiaya tinggi. Perlu modal besar untuk membiayai proses politiknyua. Besarnya biaya itu tidak sebanding dengan perolehan yang sah. Dari mana lagi menutupinya kalau bukan dengan korupsi manipulasi ndan kolusi. Itulah sistem politik demokrasi.
Jadi bagaimana solusinya untuk mengakhiri masalah itu semua?. Wallah a’lam bi ashshawab
Sumber: Al Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar