Islam Politik di Asia Tenggara*)
Oleh: Scott B McDonald dan Jonathan Lemco
Asia Tenggara adalah tempat tinggal bagi sepertiga penduduk Muslim
terbesar di dunia. Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, Malaysia
dan Brunei, dan komunitas yang lebih kecil bisa ditemukan di Burma
(Myanmar), Singapura, Filipina, dan Thailand. Lokasi strategis Asia
Tenggara yang berada di antara lahan minyak kritis Timur Tengah dan Asia
Timur yang haus energi, bersamaan dengan lahirnya kelompo-kelompok Islam
radikal di Timur Tengah dan Asia Selatan selama kurun 1990-an dan foksus
mereka yang nampaknya semakin menguat pada negara-negara seperti Indonesia
dan Filipina, telah menjadikan Islam di Asia Tenggara sebagai salah isu
internasional.
Meskipun demikian, ada bahaya dalam menghubungkan begitu saja tradisi
Islam di Asia Tenggara dengan radikalisme Timur Tengah. Ada perbedaan
signifikan antara gerakan revivalis Islam yang melihat pada pembaruan
kultural dan spiritual yang telah menyapu Asia Tenggara belakangan ini
dengan jaringan teroris transnasional. Kelompok yang tidak memihak kedua
gerakan ekstrem ini adalah partai politik dan kelompok yang berusaha
mendapatkan otonomi yang lebih besar bagi atau pemisahan dari
wilayah-wilayah Islam yang dominan; beberapa di antaranya menggunakan
perangkat bersenjata, sementara yang lain bersifat damai dan ingin
beroperasi dalam proses politik formal. Dengan perbedaan-perbedaan yang
ada di antara organisasi-organisasi ini dan tujuan mereka, maka meletakkan
mereka dalam kategori geopolitik yang sama bisa sangat berbahaya.
Bagi mereka yang percaya bahwa Islam di Asia Tenggara adalah kekuatan
destruktif yang potensial menunjuk pada beragam kelompok Islam radikal,
baik yang memiliki hubungan dengan al-Qaeda maupun para pelancong, yang
telah muncul di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Abu Sayyaf,
Jamaah Islamiyah (JI), Laskar Jihad, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI),
dan Kelompok Militer Muslim Malaysia merupakan bahaya yang nyata dan ada
bagi kedamaian dan stabilitas di Asia Tenggara?dan juga bagi kepentingan
nasional Amerika Serikat. Tanpa tindakan yang tegas dan efektif di pihak
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, kelompok-kelompok radikal ini bisa
mendestabilisasi wilayah ini, menciptakan mata rantai rezim Islam dari
Filipina hingga Indonesia.
Berlawanan dengan perspektif ini adalah pandangan bahwa sebagian besar
Muslim di Asia Tenggara tidak akan mendukung Islam radikal, dan lebih
menyukai jalan yang lebih moderat. Meskipun Islam adalah faktor politik di
seluruh wilayah ini, partai-partai Islam tidak mendominasi kehidupan
politik di Indonesia maupun Malaysia ?dua negara Asia Tenggara dengan
mayoritas Muslim dan pemerintahan terpilih. Eksistensi kelompok politik
Islam radikal di Asia Tenggara tidak berarti bahwa wilayah ini ditakdirkan
untuk mengalami tingkat kekerasan yang bersumber dari Islam yang secara
periodik telah mendera Timur Tengah dan Pakistan. Meskipun demikian,
perhatian dan campur tangan Barat yang terlalu banyak justru semakin
memperdalam sentimen anti-Barat (terutama anti-Amerika) dan memberikan
fondasi dari mana kelompok radikal Islam bisa memperoleh kekuasaan.
Kedua perspektif ini berasal dari realitas mendasar: Islam tengah
mengalami kebangkitan regional yang secara luas bersifat sosial dan
kultural. Kebangkitan ini diiringi dengan lahirnya kelompok-kelompok
radikal yang sangat fundamentalis dalam orientasi keagamaan, anti-Amerika
dalam pandangan politik dan menganut Islam sebagai ideologi. Kelompok ini
memiliki preferensi hitam putih bagi penciptaan sebuah negara yang diatur
oleh hukum Islam (syari?ah). Meskipun mereka berada di wilayah pinggiran
dalam hal politik, sebagian dari kelompok-kelompok ini secara agresif
berusaha untuk memperluas jangkauan mereka, dan memiliki koneksi
internasional. (Ramzi Yousef, seorang figur kunci dalam pemboman WTC 1993,
memelihara basis operasi di Filipina, di mana dia ditugaskan untuk
membunuh Paus dan Presiden Bill Clinton, dan juga melakukan pemboman
sebuah jet milik Philippines Airlines). Kelompok Islam radikal ini telah
menjadikan Asia Tenggara sebagai bagian perjuangan yang lebih luas dalam
perang terhadap terorisme.
Islamisme di Indonesia
Lanskap politik di Asia Tenggara telah berubah secara signfikan sejak
akhir 1990-an, yang secara nyata memiliki efek pada Islam dan tempatnya di
negara. Krisis ekonomi yang menghantam Thailand, Indonesia, Malaysia, dan
Filipina pada akhir 1990-an menggelincirkan ?keajaiban? Asia, dengan
fokusnya pada pembangunan ekonomi. ?Abad Asia?, membentuk pertumbuhan
ekonomi yang cepat, peningkatan standar hidup, dan bobot politik dan
ekonomi yang lebih berat dalam urusan-urusan internasional, tiba-tiba
berhenti. Di seantero wilayah ini, kemiskinan meningkat, demikian juga
arus ketidakpuasan sosial terhadap pemerintah lokal.
Hal ini paling akut terjadi di Indonesia, di mana rezim penguasa, Soeharto
dipaksa turun dari kekuasaannya pada Mei 1998 setelah demonstrasi politik
dan kerusuhan yang meluas. Koalisi yang menurunkan Soeharto terfragmentasi
menjadi sejumlah aliansi Islamis dan kelompok nasionalis sekular. Di
samping itu, hanya sebagian dari mantan elit?mereka yang secara dekat
berhubungan dengan Soeharto dan keluarganya?juga diturunkan. Banyak di
antara pialang kekuasaan pada masa lampau, seperti militer, mempertahankan
peran politik yang tetap penting.
Dengan melemahnya otoritas politik sentral, ketegangan etnik-agama yang
demikian panjang, diperparah dengan menurunnya ekonomi, semakin meningkat.
Di sebagian wilayah negara ini, seperti di Sulawesi dan Maluku, terjadi
pertempuran antara kelompok-kelompok Islam, Kristen dan nasionalis yang
saling berperang. Ada tuduhan bahwa kelompok Islam radikal memiliki
hubungan erat dengan elemen konservatif di kalangan elit politik, sebagian
dari mereka mau menyediakan senjata dan uang untuk mendestabilisasi
eksperimen demokrasi baru ini.
Kelompok Islam Indonesia menjangkau spektrum organisasi yang terbentang
dari kelompok sosial dan kultural, seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul
Ulama?, hingga kelompok-kelompok militan, yang sangat mungkin memiliki
hubungan transnasional, seperti Laskar Jihad. Adalah penting untuk
menegaskan bahwa mayoritas komunitas Muslim Indonesia belum termobilisasi
oleh Islam politik. Selama pemilihan umum 1999, hanya 16 persen pemilih
yang memilih partai-partai yang menyerukan Islam konservatif. Lebih dari
itu, kelompok Islam yang lebih radikal di Indonesia adalah kelompok
pinggiran dalam mainstream Islam di Indonesia, yang masih selalu
berkomitmen pada toleransi.
Sejumlah partai Islam di Indonesia dipertentangkan dengan
kelompok-kelompok militan. Di antara lima partai Islam (pada pemilu tahun
1999, ed) menduduki seperempat kursi di parlemen dan memainkan peran
penting dalam politik nasional. Semuanya berkomitmen untuk mengakui
kekuatan-kekuatan masyarakat yang beroperasi di negara ?beberapa di
antaranya Islam, dan yang lain lagi tidak?dan perwakilan dari semua
kepentingan yang sah. Tentu saja, di luar lima partai ini ada partai Islam
lainnya?sebagian besar tidak memiliki wakil di parlemen?yang memiliki
platform menyerukan negara Islam dan kebijakan-kebijakan yang antagonistik
pada komunitas agama lain dan kepada Barat.
Kalangan Islamis di Indonesia umumnya adalah sekumpulan kelompok-kelompok
kecil. Mereka sama-sama menggunakan interpretasi literal atas Islam dan
mengklaim bahwa kaum Muslimin seharusnya hanya mempraktikkan Islam ?murni?
seperti yang diajarkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Pandangan ini
diperkuat dengan penganutan konsep jihad sebagai ?perang suci? melawan
musuh Islam yang dipersepsikan dan bukan persepsi yang lebih mainstream
tentang jihad yang berarti ?berusaha dengan sekuat tenaga? dalam
aktivitas-aktivitas kaum Muslimin. Sementara sejumlah kelompok yang
terjebak pada camp radikal telah ada sebelum rezim Soeharto jatuh, banyak
kelompok-kelompok baru yang kemudian muncul?beberapa di antaranya dibentuk
karena adanya kharisma individu, sementara yang lain memiliki hubungan
dengan elemen-elemen angkatan bersenjata (populasi Yaman Indonesia yang
kecil tapi secara historis sangat berpengaruh juga diyakini terlibat dalam
mengobarkan sikap Islam radikal).
Dua kelompok radikal utama di Indonesia adalah Laskar Jihad dan Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI). Dua organisasi ini merupakan kelanjutan dari
tradisi politik dan keagamaan radikal yang dulunya sudah pernah beroperasi
di kalangan masyarakat Indonesia pinggiran; jatuhnya pemerintahan Soeharto
dan melemahnya otoritas sentral membantu mereka mendapatkan pengikut yang
lebih luas dan perhatian lebih dari pers Barat yang memang mencari cerita
tentang ekstremisme Islam. MMI didirikan pada tahun 2000 oleh Abu Bakar
Ba?asyir, yang selama tahun 1970-an dipenjarakan akibat perlawanannya pada
Soeharto. Dia akhirnya mengungsi ke Malaysia, di mana dia diperkirakan
mengembangkan hubungan dengan Kelompok Militer Muslim Malaysia (KMM), yang
juga menentang pemerintahan Perdana Menteri Mahathir Muhammad dan
berkeinginan mendirikan rezim Islam fundamentalis di negara itu. Ba?asyir
kembali ke Indonesia setelah Soeharto tumbang dan diduga menjadi salah
satu kekuatan kunci di belakang Jama?ah Islamiyah, sebuah kelompok Islamis
yang berbasis regional.
Laskar Jihad berfungsi sebagai organisasi sosial-keagamaan dan sebagai
kelompok militan. Pada awalnya adalah sebuah organisasi keagamaan
konservatif yang didirikan oleh Ja?far Umar Thalib, ia menjadi kekuatan
militan yang berusaha mendirikan sebuah negara Islam melalui sarana
kekerasan. Dikenal dengan ceramah-ceramahnya yang berapi-api, Thalib
memberikan kencenderungan anti-Amerika kepada organisasi ini, sambil tetap
menekankan kebutuhan untuk membersihkan Islam dan Indonesia dari
pengaruh-pengaruh yang tidak Islami. Sejalan dengan hal terakhir ini,
Laskar Jihad menjadi kekuatan aktif dalam menyulut peperangan dengan
komunitas Kristen Indonesia, khususnya di Maluku. Thalib dicurigai
memiliki hubungan dengan kelompok Islam radikal yang berbasis di Malaysia
dan diyakini menerima dana dari Libya dan Saudi Arabia. Ada juga diskusi
menarik tentang kemungkinan hubungannya dengan al-Qaeda. Laskar Jihad
menolak semua anggapan ini.
Abu Sayyaf
Kelompok Islam revivalis di Filipina mengambil jalan lain. Tidak pernah
mendapatkan keuntungan dari keajaiban ekonomi Asia, kelompok ini mengalami
friksi yang sangat lama antara mayoritas Kristen dan minoritas Muslim.
Kelompok Islam Filipina yang telah meraih popularitas paling besar karena
militansinya adalah Abu Sayyaf (Pembawa Pedang), yang berakar pada
perjuangan panjang negara itu antara Kristen dan Muslim. Abu Sayyaf
didirikan pada tahun 1991, di bawah kepemimpinan Abdurajak Abubakar
Janjalani, yang belajar di Saudi Arabia dan Libya. Dia juga dilatih
sebagai mujahidin di Pakistan dan berperang melawan Soviet di Afghanistan
selama kurun waktu 1980-an. Di suatu tempat dalam perjalanannya, Janjalani
diduga telah bertemu dengan Osama bin Laden. Pada tahun 1990 dia kembali
ke Filipina dan mendirikan Abu Sayyaf dari jajaran anggota Moro National
Liberation Front (MNLF) yang mengalami kekecewaan, sebuah kelompok Muslim
gerilya yang telah menyulut perang terhadap pemerintahan Filipina di
bagian tenggara negara ini pada tahun 1970-an dan 1980-an. Seperti MNLF
awal, tujuan utama kelompok Abu Sayyaf adalah mendirikan negara Islam
independen di luar kepulauan Filipina tenggara. Abu Sayyaf diduga dibiayai
oleh al-Qaeda pada awal 1990-an, dan saudara ipar bin Laden, Jamal
Khalifa, diduga telah bertemu dengan kelompok ini. Di samping itu, Abu
Sayyaf juga kemungkinan memiliki hubungan dengan Ramzi Yousef.
Meskipun Abu Sayyaf aktif selama era 1990-an, menjalankan pemboman skala
kecil dan operasi penculikan, ia tidak mendapatkan perhatian internasional
hingga Maret 2000, ketika kelompok ini menculik 58 anak sekolah di
kepulauan Basilan. Menjelang Janjalani meninggal (dia terbunuh dalam
sebuah baku tembak dengan tentara pemerintah pada tahun 1998), saudaranya,
Khadafi Janjalani menjadi komandan kelompok ini. Pada tahun yang sama,
Episode Basilan diikuti dengan penculikan 21 sandera, termasuk 10 turis
asing. Sandera ini dibebaskan ketika Libya membayar $ 20 juta sebagai
tebusan. Meskipun hal ini mengakhiri situasi penyanderaan, uang tebusan
itu justru menarik ratusan pendukung baru Abu Sayyaf dan memungkinkan
mereka untuk membeli senjata baru. Abu Sayyaf beraksi lagi pada Mei 2001,
saat itu menculik 17 warga Filipina dan 3 orang Amerika, satu di antaranya
belakangan dipenggal kepalanya.
Setelah 11 September 2001, Abu Sayyaf menjadi target Amerika Serikat, yang
mengirim 600 tentara ke Filipina untuk membantu melatih tentara lokal
dalam menangani keadaan darurat. (Amerika Serikat memberikan bantuan
militer kepada Presiden Arroyo sebanyak $ 100 juta ?bantuan finansial
pertama sejak rakyat Filipina meminta untuk menutup markas militer Amerika
pada awal 1990-an). Pemerintahan Arroyo menjadikan pemberantasan Abu
Sayyaf sebagai prakarsa utama. Gabungan tentara Filipina dan dukungan
logistik Amerika Serikat menjadikan Abu Sayyaf berada di bawah tekanan
serius. Serangkaian pertempuran kecil mengurangi jumlah anggota kelompok
ini, dan pada Juni, Abu Sabaya, seorang pemimpin senior dan juru bicara
Abu Sayyaf, terbunuh. Menjelang akhir 2002, jajaran Abu Sayyaf telah
dihabiskan dan basis dukungannya juga sepenuhnya dihancurkan.
Islamis Transnasional Asia Tenggara
Dengan jaringan yang melintasi Malaysia, Singapura, dan Indonesia, Jamaah
Islamiyah telah lahir sebagai kelompok radikal Islam transnasional paling
luas di Asia Tenggara. Tujuannya adalah untuk menciptakan negara Islam
yang menyatukan kaum Muslimin di Thailand, Malaysia, Indonesia, dan
Filipina Selatan. Sementara keanggotaan Abu Sayyaf dan Laskar Jihad
cenderung untuk memasukkan mereka yang berasal dari sektor ekonomi tingkat
bawah, JI merekrut anggotanya dari kelompok terdidik kelas menengah
Indonesia, Malaysia dan Singapura. Didirikan oleh dua orang Indonesia pada
era 1990-an, Abdullah Ahmad Sungkar dan Abu Bakar Ba?syir (pemimpin MMI),
JI merambah menjadi lahan pertemuan bagi Islamis radikal di wilayah ini.
Agen-agen Jamaah Islamiyah bertanggung jawab atas serangkaian perampokan
bank, penyerangan, dan pemboman dengan target masyarakat sipil. Pada bulan
Januari 2002, salah satu tokoh operasional kunci JI, Fathur Rahman
al-Ghozi, warga negara Indonesia, ditangkap di Filipina (dan belakangan
juga terbunuh di tangah tentara Filipina, ed) dan bertanggung jawab atas
peledakan bom di Manila pada bulan Desember 2000 yang menewaskan 22 orang.
Pada bulan Desember 2001, otoritas Singapura menahan 13 anggota Jamaah
Islamiyah yang berencana meledakkan bom mobil bunuh diri di kedutaan besar
Amerika Serikat di Singapura, Kuala Lumpur dan Jakarta, juga 6 target
lainnya yang berasal dari pejabat tinggi Singapura. Pada bulan September
2002, anggota JI ditangkap oleh angkatan bersenjata Singapura karena
merencanakan pemboman bandar udara, kementrian pertahanan, dan saluran air
di negara itu yang diharapkan bisa menyalakan perang suci di Asia
Tenggara. Sebagian besar anggota JI adalah warga negara Singapura. JI juga
merencanakan membunuh Presiden Megawati Soekarnoputri, melakukan pemboman
di Indonesia dan Filipina dan menyediakan dukungan logistik bagi al-Qaeda
(JI pada mulanya memiliki link dengan al-Qaeda).
Eksistensi JI dan operasinya di Singapura menghadirkan tantangan nyata
bagi pemerintahan negara ini. Hampir 77 persen warga Singapura adalah
China, dengan minoritas suku Melayu (14 persen dari seluruh total
penduduk). Kelompok agama terbesar adalah Budha, dengan Muslim yang
membentuk kira-kira 25 persen dari total penduduk. Dikelilingi oleh negara
Muslim terbesar, Malaysia dan Indonesia, Singapura selalu sensitif dalam
mengelola hubungan etnis dan agamanya. Meskipun pemerintah memiliki
reputasi yang sangat baik dalam memerintah, Singapura adalah sebuah
masyarakat yang kaya, yang berfungsi sebagai transportasi utama dan
offshore-finance hub bagi Asia Tenggara. Secara tradisional, sangatlah
mudah keluar dan masuk Singapura.
Semua faktor ini menarik JI ke Singapura. Dari negara kota ini, ia dapat
bergerak ke seluruh wilayah, membangun dan mempertahkan jaringan
finansial, dan menikmati markas operasi yang sangat nyaman. Pada saat yang
bersamaan, jika JI bisa menciptakan ketegangan antara Muslim dan non
Muslim di Singapura, ia bisa saja menyulut sentimen anti China di
Indonesia dan Malaysia, yang bisa dieksploitasinya untuk memperluas mimpi
regional mereka akan sebuah negara Islam Asia Tenggara yang bersatu.
Equilibrium Baru
Lahirnya Islam politik menghadirkan tantangan bagi pemerintah di seluruh
wilayah Asia Tenggara. Sementara ide tentang pembaharuan masyarakat atau
pendirian basis moral yang lebih kuat bagi masyarakat?banyak di antaranya
yang dinodai dengan korupsi pemerintah?adalah perkembangan yang positif,
Islam radikal tidak. Dalam wilayah ini, tantangan pembangunan yang sulit
dan sistem politik yang seringkali kaku menyulut bertambahnya jajaran
ketidakpuasan di kalangan anak muda, pekerja, dan intelektual. Di luar
wilayah ini, al-Qaeda telah membantu mengibarkan bendera internasional
perang terhadap pengaruh buruk Barat dan wilayah-wilayah sekutunya.
Kombinasi dari kekuatan domestik dan eksternal, telah menjadikan Asia
Tenggara sebagai medan kedua bagi perang Amerika terhadap terorisme. Ini
telah membawa fokus Washington kembali ke wilayah yang sebelumnya telah
menjadi prioritas rendah. Baik pemerintah lokal maupun Washington perlu
secara hati-hati bertindak dalam menghadapi Islam radikal, menggunakan
perangkat ekonomi dan militer untuk berhadapan dengan persoalan ini.
Kegagalan mengurangi kemiskinan dan kondisi-kondisi lainnya yang membantu
terciptanya kekuatan radikal dalam politik maupun agama tidak akan
mengeliminasi Islamis. Dan kegagalan menggunakan kekuatan militer secara
selektif dan bijaksana akan semakin menguatkan para pejuang di bidang ini.
Pertanyaan kritisnya adalah bagaimana menemukan sebuah keseimbangan baru
di dunia pasca 11 September yang memungkinkan peran non kekerasan bagi
Islam.
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Islam-Politik-di-Asia-Tenggara
sangat menambah wawasan sekali kak
BalasHapusElever Agency
Yah begitulah, backlink dari google ini memang perlu untuk kita kejar dan kita dapatkan
BalasHapusartikelnya sangat bagus, terima kasih telah membagi informasi tersebut
BalasHapusKabar Baik Untuk Para pencinta Game
BalasHapusKarena di Bulan januari ini Sudah keluar Game RPG Online Terpopuler Se-Asia
Penasarankan Game nya Seperti apa???
Kalian bisa dilihat game nya dari link di bawah yaaa
Menarik sekali, perlu saya coba ini..
BalasHapuskebetulan lagi cara tentang hal ini.
Mau mendapatkan pelayanan yang baik dan ramah???
BalasHapusModal Kecil bisa mendapatkan hasil yg luar biasa...
Info menarik dan boleh sekali dicoba, Makasih buat infonya dan sukses selalu.
BalasHapus